“I love you full Indonesia”, demikian posting pemilik akun
disalah satu media sosial setelah berkunjung pada salah satu lokasi wisata yang
ada di Indonesia. Tidak dipungkiri bahwa Indonesia memiliki potensi pariwisata
yang cukup besar dengan berbagai cagar alam, suku, budaya, dan pesona
bahari. Pariwisata sangat dipersepsikan
sebagai contributor devisa bagi pembangunan ekonomi suatu Negara termasuk
Indonesia, menurut IUOTO (International
Union of Official Travel Organization) yang dikutip oleh Spillane
(1993), pariwisata mestinya dikembangkan oleh setiap negara karena delapan
alasan utama yaitu: (1)Pariwisata sebagai faktor pemicu bagi perkembangan
ekonomi nasional maupun international. (2)Pemicu kemakmuran melalui
perkembangan komunikasi, transportasi, akomodasi, jasa-jasa pelayanan lainnya.
(3)Perhatian khusus terhadap pelestarian budaya, nilai-nilai sosial agar
bernilai ekonomi. (4)Pemerataan kesejahteraan yang diakibatkan oleh adanya
konsumsi wisatawan pada sebuah destinasi. (5)Penghasil devisa. (6)Pemicu
perdagangan international. (7)Pemicu pertumbuhan dan perkembangan lembaga
pendidikan profesi pariwisata maupun lembaga yang khusus yang membentuk jiwa
hospitality yang handal dan santun, (8)Pangsa pasar bagi produk lokal sehingga
aneka-ragam produk terus berkembang, seiring dinamika sosial ekonomi pada
daerah suatu destinasi. Berangkat dari hal tersebut maka pemerintah menargetkan kontribusi sektor
pariwisata terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat dari 4,2 persen
ditahun 2014 menjadi 8 persen ditahun 2019, kedatangan para turis mancanegara
diharapkan dapat mendatangkan devisa dari Rp. 120 triliun menjadi Rp. 260
triliun ditahun 2019. Berbagai cara telah dilakukan pemerintah untuk
mendatangkan wisatawan mancanegara (wisman) mulai dari promosi pariwisata
sampai pembenahan dan pelestarian beberapa destinasi wisata yang ada di
Indonesia, akan tetapi pertanyaannya sejauh mana keberhasilan pemerintah
Indonesia dalam mencapai target pemasaran pariwisata ?.
Dalam
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 – 2025 disebutkan
Tujuan Pembangunan Kepariwisataan Nasional yaitu mengkomunikasikan destinasi
pariwisata Indonesia dengan menggunakan media pemasaran secara efektif, efisien
dan bertanggung jawab, atas dasar inilah pemerintah saat ini melakukan promosi
dengan brand yang masih sama sejak
tahun 2011 yaitu Wonderful Indonesia.
Mendengar brand yang ada saat ini
mungkin kita masih teringat dengan brand beberapa
event milik negeri gajah putih yang juga menggunakan nama Wonderful Thailand, entah pemerintah kita cukup kreatif dengan brand nya atau mereka sudah kehabisan
ide dan gagasan lagi mengenai promosi pariwisata.
Promosi atau Persoalan
Tahun
2015 anggaran khusus untuk promosi pariwisata (branding, iklan, dan selling)
mencapai Rp. 1 T dengan target 10 juta wisman yang akan dibagi ke dalam tiga
pasar, yakni Asean (50%), Asia Pasifik (30%), Eropa, Timur Tengah, dan Afrika
(20%). Anggaran promosi khusus untuk pariwisata tahun ini cukup fantastis
dibanding tahun 2014 yaitu sebesar Rp. 373,025 miliar. Secara efektifitas dan
efesiensi penggunaan anggaran tentu saja semua memiliki persepsi yang berbeda namun
sependapat bahwa ukuran efektifitas promosi adalah bertambahnya wisman yang
berkunjung di Indonesia. Trend Kunjungan wisman ke Indonesia terus mengalami
kenaikan, meskipun masih 3 pintu yang mendominasi (Bali, Jakarta, Batam), kenaikan
rata-rata mencapai 7 persen sepanjang tahun 2007 – 2014 (BPS) kenaikan
kunjungan wisman ini diklaim oleh pemerintah karena penerbangan ke lokasi
destinasi wisata cukup mudah, kemudahan dokumen wisman, sejumlah event dan promosi yang telah dilakukan
pemerintah.
Anggaran
Rp. 1 T yang diperuntukan khusus promosi pariwisata sangat boros serta menjadi
persoalan tersendiri. Persoalan yang pertama
target yang hanya 10 juta orang wisman berkunjung, target ini tentu saja sangat
kecil yang hanya menambah 560 ribu orang dengan anggaran yang sangat besar
bahkan lebih rendah jika dibandingkan tahun 2014 dengan total kunjungan 9,44
juta menambah 640 ribu jiwa atau 7,19 persen orang dari tahun sebelumnya dengan
angka kunjungan 8,8 juta jiwa (BPS). Jadi dengan anggaran Rp. 1 T pemerintah
akan memberikan subsidi kepada wisman Rp. 1,7 juta per kepala itu sama saja
memberikan biaya gratis kepada wisman yang berkunjung ke Indonesia, seharusnya
normal dana pemasaran itu sebesar 5 USD untuk satu orang wisman, jadi dengan
anggaran 1 T maka target seharusnya adalah 13 sampai 15 juta jiwa kunjungan
wisman. Persoalan yang kedua adalah
logika besar biaya pemasaran akan berbanding lurus dengan hasil yang diinginkan
atau semakin besar anggaran promosi maka semakin besar juga wisatawan asing
yang akan berkunjung ke Indonesia, dengan dana promosi yang mencapai Rp. 1 T
tentu saja wisatawan asing akan bertambah dan akan melebihi target, dengan
anggaran promosi yang besar maka kita dapat menyimpulkan bahwa promosi
merupakan variable yang sangat mempengaruhi kunjungan wisman ke Indonesia.
Sekarang mari kita lihat data pada tahun 2013 dimana anggaran promosi pariwisata sebesar Rp. 607,700
miliar dengan total kunjungan mencapai 8.802.129 wisman, dan pada tahun 2014
anggaran promosi berkurang hampir 50 persen yaitu Rp. 373,025 miliar dengan
total kunjungan wisman 9.345.411 atau meningkat 7,19 persen. Berdasarkan data
yang telah ada maka sudah jelas bahwa variable yang sangat mempengaruhi
kunjungan ke Indonesia bukanlah pemasaran atau promosi melainkan terdapat
faktor lain yang tentu sangat mempengaruhi kunjungan wisman. Jadi anggaran 1 T
yang diperuntukkan khusus promosi hanya akan menjadi persoalan.
Pembangunan Pariwisata
Pariwisata Indonesia selama ini hanya fokus pada tiga hal
yakni hospitality, travel and tour, dan MICE. Sementara destinasi wisata masih
cenderung diabaikan karena dukungan pemerintah pusat juga masih sangat minim
hal ini dapat kita lihat pada focus pembenahan pemerintah yang hanya focus
membenahi 3 pintu utama pariwisata mungkin karena di Indonesia terdapat begitu
banyak obyek dan atraksi wisata yang menarik sehingga pemerintah sendiri
kebingungan dalam skala prioritasnya. Seharusnya dalam mengembangkan pariwisata
terdapat tiga dimensi yang patut dipertimbangkan (Murphy ; 2005). Dimensi yang pertama meliputi menajemen sumber
daya pengelolaan dan pengembangan objek
wisata, pendidikan komunitas pendukung, serta terpenuhinya infrastruktur yang
memadai. Dimensi yang kedua manajemen
itu harus ditekankan pada pemahaman bahwa pariwisata sebagai aktivitas ekonomi
harus mampu menguntungkan komunitas, ketika komunitas diberi kesempatan untuk
mengelola dan mendapat keuntungan maka mereka diharapkan bisa menjaga dan
mengembangkan warisan budaya, dan warisan lainnya secara utuh dan terus
menerus. Dimensi yang ketiga yaitu
pentingnya memenuhi aturan sosial dalam hal ini adalah menghargai kehidupan
warga, lingkungan, dan tradisi yang ada. Bila dimensi ini terpenuhi maka tanpa
anggaran promosi pun Indonesia akan tetap dikunjungi karena seluruh elemen
masyarakat melalui komunitas akan terlibat dan menjadi volunteer dalam setiap
aktivitas pariwisata, sebaiknya pemerintah dalam hal ini kementerian Pariwisata
mengembangkan beberapa strategi pemasaran yang tidak lagi konvensional seperti
iklan, event yang menghabiskan
anggaran berlebihan namun tidak sejalan dengan apa yang diharapkan. Beberapa
data yang telah disebutkan sebelumnya menunjukkan bahwa indicator wisman
berkunjung ke Indonesia bukan karena promosi yang telah dilakukan oleh beberapa
pihak akan tetapi masih banyak hal yang menarik minat wisman berkunjung ke
Indonesia, sebaiknya pemerintah membina komunitas pariwisata seluruh Indonesia dan
memberikan ruang yang sebesar-besarnya kepada mereka untuk bersama-sama menjual
wisata Indonesia bila ini dapat dilakukan maka hal-hal yang kurang dalam item
ranking pariwisata Indonesia dapat bersama-sama dibenahi.
No comments:
Post a Comment